Breaking News

79 Tahun Indonesia MERDEKA

79 Tahun Indonesia MERDEKA
JAYA TERUS INDONESIA KU!!!

Ngiklan Murah Disini Yuk!!

Selamat Datang Irjen Agung Setya Imam Effendi, Ini PR Kapolda Sumut yang Harus Dibereskan

Responsive Ad Here

 



MEDAN- Irjen Agung Setya Imam Effendi sudah sah menjabat sebagai Kapolda Sumut menggantikan Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak.

Namun, Irjen Agung Setya Imam Effendi langsung disambut dengan beragam problem yang ada di Sumatra Utara, khususnya Kota Medan.

Banyak pekerjaan rumah (PR) yang mesti dituntaskan.

Adanya beragam kasus menonjol yang harus dibereskan Agung diantaranya begal, geng motor, narkoba, judi, aksi pemerasan oknum kepolisian, hingga pengejaran DPO paling kesohor bernama Samsul Tarigan.

Menurut Rahmad Muhammad, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut, Irjen Agung Setya Imam Effendi selaku Kapolda Sumut yang baru sudah semestinya bisa menuntaskan dan menjawab keluhan masyarakat, khususnya menyangkut tindak kejahatan.

"Maraknya kasus narkoba, premanisme, curanmor, judi, geng motor, begal dan kawan kawannya yang semakin merajalela belakangan ini, harus segera dituntaskan untuk menjamin rasa aman dan kepuasan masyarakat di Sumatera Utara," kata Rahmat kepada Tribun-medan.com, Kamis (20/7/2023).

Ia menyampaikan, Kapolda Sumut juga harus mengintruksikan agar jajarannya menjalankan prosedural hukum secara profesional dan akuntabel.

Menurutnya, dalam tindakan hukum, kepolisian harus tetap menjalankan mekanisme Hukum dan HAM yang sudah diatur melalui seabrek peraturan internal yang ada ditubuh kepolisian.

Termasuk perintah tembak mati begal, sebagaimana yang sempat diminta oleh Walikota Medan Bobby Nasution yang dianggap akan berpotensi melanggar HAM.

Penegakan hukum atas banyaknya kasus yang ada juga harus dijalankan dengan mekanisme yang benar, dalam situasi dorongan kepada polisi untuk tembak mati terhadap pelaku begal," sebutnya.

"Polda Sumut harus berani menyatakan sikap bahwa pernyataan Bobby soal tembak mati tak mungkin dijalankan oleh kepolisian, karena bertentangan dengan aturan yang ada," sambungnya.

Dikatakan Rahmad, proses penegakan hukum yang ada juga harus jauh dari praktik-praktik kekerasan, penyiksaan, praktik suap dan praktik pemerasan terhadap pelaku atau telapor tindak pidana.

Karena, KontraS menilai ada beberapa kasus yang viral, seperti polisi meminta sejumlah uang untuk menutup perkara atau memeras tersangka.

Isu itu semakin kuat ketika tahun lalu Polrestabes Medan diduga menerima suap dari istri bandar narkoba sejumlah Rp 300 juta, dan juga viralnya kasus pemerasan terhadap dua transpuan yang diperas Rp 50 juta sebagai dalih perdamaian," bebernya.


0 Comments